Pasca panen merupakan
kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari
penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil
panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah
disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen
perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman
yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama
proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari
alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu
memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari
pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu,
efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara
umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
Penyortiran (segar)
Penyortiran
segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda
atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati
yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih
dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan
yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi
jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
Pencucian
Pencucian
bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba
yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah
panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air
bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor
menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan
bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air
bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan
sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut
dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a. Perendaman bertingkat
Perendamana
biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran
seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali
pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya
mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang
melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda
ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan
zat-zat yang terkandung dalam bahan.
b. Penyemprotan
Penyemprotan
biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan
seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan
dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih
me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan
dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya
meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko
hilang/larutnya kandungan dalam bahan.
c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)
Pencucian
dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak
lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat
bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal
ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan
dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak
bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode
pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan
de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan
bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
Penirisan/pengeringan
Setelah
pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus
untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai
pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung
digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk
rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan,
karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar
perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
• Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
• Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
• Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.
Untuk
ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan,
karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe
yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran
bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai
dengan permintaan. Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga
dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan.
Perajangan
Perajangan
pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti
pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.
Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar
dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain.
Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh
terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis
dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika
terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan
memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan
mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan
perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit
dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual
dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin
pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan
pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk
irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih
cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).
Pengeringan
Pengeringan
adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat.
Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak
dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air
dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu
dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung
pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah
antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah
simplisia yang mengandung kadar air 10%.
Demikian
pula dengan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis
bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal
lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan
(khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara,
aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan
dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari
ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven,
rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan
hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan
sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C.
Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif,
sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat
dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi surya, dimana suhu
pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C dengan tingkat
kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi
dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven. Untuk
irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung,
sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan
asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan dicuci kembali
sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas matahari. Tujuan dari
perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kur-kuminoid pada
simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng-uapan minyak atsiri
yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya
13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari
langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada
suhu 40 - 500C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih
singkat yaitu sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari
membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng
tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir
sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan
dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau
herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari
di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat
pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan
dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis,
pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an
sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan
dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki
kadar air ± 8 - 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan
dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
Penyortiran (kering).
Penyortiran
dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat
pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda
asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan
simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau
pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk
mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
Pengemasan
Pengemasan
dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis
kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang
dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi
isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi
dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan
label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ;
nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal
pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih,
metode pe-nyimpanan.
Penyimpanan
Penyimpanan
simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang
ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara
yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma
dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat
meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini
tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama
penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus
diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal
yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
• Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
• Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
• Suhu gudang tidak melebihi 300C.
• Kelembabab
udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah
terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu
pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam
bentuk segar maupun kering.
• Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
• Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang disimpan harus dicegah.
(Sumber: Warta Puslitbangbun Vol.13 No. 2, Agustus 2007)
Blogger Comment
Facebook Comment