Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan varietas udang asli dari perairan Amerika latin. Masuk ke Indonesia sekitar tahun 1999. Perkembangannya cukup pesat terutama petambak yang ada di Jawa dan luar Jawa banyak mengalihkan komoditi udang windu ke komoditi udang vannamei. Mengingat tambak-tambak udang windu banyak mengalami masalah gagal panen.
Selama ini budidaya udang vannamei dilakukan dengan teknologi intensif dan semi intensif oleh petambak berkantong tebal, dengan rata-rata masa pemeliharaan 100-120 hari dengan modal puluhan hingga ratusan juta rupiah per siklus. Berbeda dilakukan oleh P.Kasau, penyuluh perikanan swadaya dan Abdul Salam Atjo penyuluh perikanan PNS di desa Wiringtasi kecamatan Suppa. Hanya menginves modal operasional sekitar Rp.8 jutaan dalam tempo 55 hari masa pemeliharaan mampu mendapatkan omzet Rp. 38,5 Juta. Cukup singkat, modal tipis dan menguntungkan.
Menurut P. Kasau, budidaya udang vannamei tidak perlu modal besar dan waktu yang lama bagi petambak yang bermodal sedikit. Hal ini telah dibuktikan oleh ayah dari dua orang anak ini di satu petakan seluas sekitar 1 hektare. Kajian berkali-kali yang telah dilakukan P. Kasau ingin menghapus kesan bahwa budidaya udang vannamei hanya mampu dilakukan oleh pemilik modal besar. “Tapi, kenyataan lapangan membuktikan dengan modal operasional yang pas-pasan dengan teknologi seadanya mampu juga menghasilkan untung berlipat,” ungkapnya. Cara budidaya udang yang diterapkan P. Kasau sebetulnya masuk kategori teknologi tradisional plus. Sebab, padat tebarnya masih dibawah 10 ekor permeter namun pemberian pakan sudah dilakukan sejak awal tebar.
Selama ini budidaya udang vannamei dilakukan dengan teknologi intensif dan semi intensif oleh petambak berkantong tebal, dengan rata-rata masa pemeliharaan 100-120 hari dengan modal puluhan hingga ratusan juta rupiah per siklus. Berbeda dilakukan oleh P.Kasau, penyuluh perikanan swadaya dan Abdul Salam Atjo penyuluh perikanan PNS di desa Wiringtasi kecamatan Suppa. Hanya menginves modal operasional sekitar Rp.8 jutaan dalam tempo 55 hari masa pemeliharaan mampu mendapatkan omzet Rp. 38,5 Juta. Cukup singkat, modal tipis dan menguntungkan.
Menurut P. Kasau, budidaya udang vannamei tidak perlu modal besar dan waktu yang lama bagi petambak yang bermodal sedikit. Hal ini telah dibuktikan oleh ayah dari dua orang anak ini di satu petakan seluas sekitar 1 hektare. Kajian berkali-kali yang telah dilakukan P. Kasau ingin menghapus kesan bahwa budidaya udang vannamei hanya mampu dilakukan oleh pemilik modal besar. “Tapi, kenyataan lapangan membuktikan dengan modal operasional yang pas-pasan dengan teknologi seadanya mampu juga menghasilkan untung berlipat,” ungkapnya. Cara budidaya udang yang diterapkan P. Kasau sebetulnya masuk kategori teknologi tradisional plus. Sebab, padat tebarnya masih dibawah 10 ekor permeter namun pemberian pakan sudah dilakukan sejak awal tebar.
Untuk mengawali pemeliharaan udang vannamei pola tradisional plus lebih dahulu dilakukan persiapan tambak. Seperti hal dengan budidaya udang windu persiapan tambak dimulai dengan rehab dengan petakan tambak yang sudah ada dengan menambal bocoran, menaikkan lumpur dari dalam tambak ke pematang, meratakan tanah dasar dan perbaikan pintu air tambak. Kemudian tambak dikeringkan hingga redoks mencapai lebih dari 50 mV, pemberantasan hama dengan saponin 20 ppm, pembilasan tambak, pengapuran dengan kapur dolomite. Disini tidak melakukan pemupukan karena melihat kondisi air sudah cukup plankton sebagai makanan alami benur.
Tebar Benur Sehat
Setelah plankton dalam tambak dipastikan sudah tumbuh subur ditandai warna air hijau kecoklatan. Pada 13 Oktober 2014 dipilih waktu tepat untuk tebar benur. Benur udang vannamei ukuran berat awal 0,001 gram/ekor (PL.12) yang diperoleh dari hatchery PT. Kencana Suppa (Grobest Group) telah dinyatakan lolos uji virus dan bebas pathogen Spesific Pathogen Free ( SPF) dari Laboratorium pengujian kesehatan benur. Ciri-ciri benur vannamei yang baik antara lain ukuran PL 10 yang ditandai organ insang telah sempurna, tubuh transparan, bergerak aktif, hepatopankreas terlihat jelas, dan jika berenang melawan arus. Sebelum benur ditebar lebih awal dilakukan penyesuaian (aklimatisasi) terhadap kadar garam, suhu air dan parameter kualitas air lainnya. Caranya, kantong plastik atau wadah berisi benur vannamei diapungkan dan secara perlahan disiram air tambak . Agar salinitas dalam wadah pengangkutan bisa mendekati salinitas air tambak maka tutup kantong plastik dibuka dan diberi sedikit demi sedikit air tambak selama 15-20 menit. Selanjutnya kantong benur dimiringkan secara perlahan benur vannamei akan keluar dengan sendirinya bila lingkungnnya yang baru sudah sesuai. Penebaran benur dilakukan pagi hari dengan padat tebar 70.000 ekor/ha.
Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian probiotik RICA, pemberian
Kualitas air tambak untuk budidaya udang vannamei yang optimal tetap dipertahankan.
No.
|
Parameter Kualitas Air
|
Ppt
|
Derajat Celsius
|
ppm
|
ppm
| |
1.
|
Salinitas
|
10-25
| ||||
2.
|
Suhu
|
28-31
| ||||
3.
|
Oksigen Terlarut
|
>4
| ||||
4.
|
Ammoniak
|
< 0,1
| ||||
5.
|
Ph
|
7,5-8,2
|
Pemberian Probiotik RICA
Berbeda dari sebagian petambak udang di kecamatan Suppa. P. Kasau sudah rutin melakukan kultur probiotik RICA untuk memperbaiki lingkungan dasar tambak sehingga udang tetap sehat dan lingkungan tambak tetap bersih. Aplikasi bakteri probiotik RICA (”Research Institute for Coastal Aquaculture”) terbukti mampu mencegah serangan penyakit melalui perbaikan kualitas air tambak. Menurut peneliti Balai Penelitian Perikanan Budidaya Air Payau Maros, Ir. Muharjadi Atmomarsono, M.Sc, bakteri probiotik mampu mengurangi kandungan total ammonium nitrogen (TAN), nitrit-nitrogen, dan H2S, serta menekan jumlah bakteri Vibrio spp dalam air tambak dan dapat meningkatkan sintasan dan produksi udang vannamei. Probiotik RICA 1,2 dan 3 merupakan hasil isolat bakteri asal tambak kelompok Bacilllus (Brevibacillus laterosporus), Serratia marcescens dari daun mangrove dan isolat Pseudoalteromonas sp. Edeep-1 yang berasal dari laut. Sedangkan probiotik RICA 4 dan 5 diisolasi dari bakteri bacillus mikro algae dan makro algae rumput laut.
Dalam aplikasi di tambak P.Kasau menebar probiotik RICA 1 sebanyak 10 liter setiap lima hari sampai umur udang memasuki hari ke 25. Selanjutnya RICA 2 ditebar mulai umur 26-50 hari dengan dosis sama dengan RICA 1. Mendekati usia panen 55 hari pemberian probiotik RICA 3 sebanyak 10 liter per untuk memperbaiki kualitas udang.
Panen
Karena pertimbangan aspek harga, pertumbuhan dan kesehatan udang maka pada tanggal 8 Desember 2014 (umur 55) hari dilakukan panen. Panen dilakukan dengan cara memasang kantong saringan di mulut pintu air lalu udang mengalir bersamaan keluarnya air dari petakan ke saluran pembuang. Cukup perlu waktu 2-3 jam udang sudah panen total. Sebelum panen lebih dahulu dilakukan pemberian kapur dolomite sebanyak 8 ppm dan mempertahankan ketinggian air atau tidak ada pergantian air selama 2-4 hari menjelang panen untuk menghindari terjadi moulting (ganti kulit).
Berdasarkan analisis ekonomi dari tambak P. Kasau untuk luas 1 ha ditebar 70.000 ekor /ha dengan masa pemeliharaan 55 hari memerlukan modal operasional sekitar Rp.8 juta terdiri dari harga benur, pakan 250 kg, kapur dolomit, saponin, dan probiotik 110 liter. Sedangkan produksi udang vannamei 700 kg ukuran 90 ekor/kg dengan harga Rp.55.000/kg. maka keuntungan kotor hasil budidaya udang vannamei pola tradisional plus sekitar Rp.30 juta.
Blogger Comment
Facebook Comment