Selain dijadikan sebagai kawasan konservasi Mangrove Center (MC),
peluang bisnis keramba jaring apung di teluk ini bisa bernilai ratusan
juta rupiah. AGUS Bei, ketua Mangrove Center mengatakan, keramba jaring
apung tersebut dikelola langsung oleh anggota yang tergabung dalam
pengelola MC.
“Saat ini Mangrove Center, selain dijadikan sebagai kawasan konservasi, edukasi, dan ekowisata, juga kami manfaatkan dari segi ekonominya. Keuntungan yang diperoleh kami gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengelola MC serta untuk biaya pengembangan MC ke depan,” kata Agus, kepada Kaltim Post, Kamis (26/12).
Budi daya yang sedang dilakukan dan dikembangkan di keramba jaring apung tersebut adalah ikan nila. Kenapa ikan nila? Agus menjelaskan, sejauh ini hanya ikan nila yang bisa bertahan di air payau Teluk Balikpapan, dari beberapa ikan lainnya yang pernah dicoba.
“Kami pernah uji coba ikan kerapu, ikan gabus, tapi semua enggak bisa bertahan lama. Kadang ada yang mati, kadang karena faktor kandungan air. Makanya kami lebih memilih ikan nila, karena lebih bisa bertahan di air payau,” terangnya.
Keramba jaring apung MC, berjumlah 30 kotak. Namun dikatakan Agus yang bisa dipakai untuk budi daya ikan nila hanya sekitar 20 kotak. Sementara 10 lainnya terbatas karena tidak adanya jaring. “Harga jaring terlalu mahal, jadi untuk sekarang masih memakai 20 kotak saja,” paparnya.
Walaupun hanya 20 kotak, tak tanggung-tanggung, dalam sekali panen, ikan nila di keramba apung MC bisa mencapai tiga ton. Agus menuturkan, jika diuangkan hasilnya bisa mencapai Rp 100 juta dalam sekali panen di 20 kotak tersebut.
“Iya, soalnya harga ikan nila di pasaran per kilonya dihargai Rp 35 ribu. Jadi, tinggal dikalikan aja,” kata Agus.
“Saat ini Mangrove Center, selain dijadikan sebagai kawasan konservasi, edukasi, dan ekowisata, juga kami manfaatkan dari segi ekonominya. Keuntungan yang diperoleh kami gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengelola MC serta untuk biaya pengembangan MC ke depan,” kata Agus, kepada Kaltim Post, Kamis (26/12).
Budi daya yang sedang dilakukan dan dikembangkan di keramba jaring apung tersebut adalah ikan nila. Kenapa ikan nila? Agus menjelaskan, sejauh ini hanya ikan nila yang bisa bertahan di air payau Teluk Balikpapan, dari beberapa ikan lainnya yang pernah dicoba.
“Kami pernah uji coba ikan kerapu, ikan gabus, tapi semua enggak bisa bertahan lama. Kadang ada yang mati, kadang karena faktor kandungan air. Makanya kami lebih memilih ikan nila, karena lebih bisa bertahan di air payau,” terangnya.
Keramba jaring apung MC, berjumlah 30 kotak. Namun dikatakan Agus yang bisa dipakai untuk budi daya ikan nila hanya sekitar 20 kotak. Sementara 10 lainnya terbatas karena tidak adanya jaring. “Harga jaring terlalu mahal, jadi untuk sekarang masih memakai 20 kotak saja,” paparnya.
Walaupun hanya 20 kotak, tak tanggung-tanggung, dalam sekali panen, ikan nila di keramba apung MC bisa mencapai tiga ton. Agus menuturkan, jika diuangkan hasilnya bisa mencapai Rp 100 juta dalam sekali panen di 20 kotak tersebut.
“Iya, soalnya harga ikan nila di pasaran per kilonya dihargai Rp 35 ribu. Jadi, tinggal dikalikan aja,” kata Agus.
Blogger Comment
Facebook Comment