Penyusun: Ummu Aufa
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan
orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak
lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah
subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh
dan dirawat dengan baik oleh orangtua.
Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana
hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang
laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai
tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab
terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta
pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di
akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab
atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban
tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak
dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai
bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu
karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu
ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya
kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”
Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah
pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang
lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang
sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu
dengan saudara muslim yang lain.
Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya
orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan
naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa
orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan
tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang
bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam Shohih dan Dho’if Sunan Abu Daud hadist no. 1536)
Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.
Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)
Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam: “Ya Rabb
kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)
Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun
diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman
sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya
lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka.
Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan
yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua
tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa
mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang
berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat
les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam
kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak
tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk
mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai
pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang
baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah
dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati;
bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan
nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe
ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2.
Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan
harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai
wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan
sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman melalui lisan lukman:
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kezhaliman yang besar.’ Dan kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya
dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya
kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya
didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu,
kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), ‘Hai anakku sesungguhnya
jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau
dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan
dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara
keledai.’” (QS. Luqman: 13-19)
Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada
orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang
menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau
alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah
bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua
mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak
kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik?
Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak
tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur
hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika
orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti
perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,
“Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan,
berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan
didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia
dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan
kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka
akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat
keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu
mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan
perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah
menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil
manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia
maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka
kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”
Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti
pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan
sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu
ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang
lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua
obsesikan.
Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:
1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian
tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku
tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan
saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
2. Memperhatikan etika dalam makan.
Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku,
“Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab
salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan
dan mendoakan orang yang bersin.” (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Mengajarkan kejujuran.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan
kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu
jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk
orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan
kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang
selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi
Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim)
Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang
baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada
kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.
Maraji’:
Begini Seharusnya Mendidik Anak -Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa-, karya Al Maghribi bin As Said Al Maghribi
***
Blogger Comment
Facebook Comment