Bagi Saiful dan teman-temannya, Sungai Pulau Banyak memiliki potensi
besar yang bisa menghasilkan uang dalam jumlah besar bila dikelola
dengan benar. Tidak hanya itu, lapangan pekerjaan bagi warga setempat
juga akan terbuka.
“Sungai Pulau Banyak memiliki potensi fisik alam dengan kondisi aliran air secara pasang surut. Sungai itu memiliki kondisi surut pinggir sedalam 3 meter dan pasang dengan kedalaman 10 meter dengan kelebaran sungai berkisar 50- 60 meter,” jelas Saiful.
Saat ini, keramba jaring apung (KJA) yang dikelola Saiful menjadi pusat percontohan bagi desa-desa lainya khususnya di Kecamatan Tanjungpura sendiri. Bahkan bagi desa yang berada di luar Kecamatan Tanjungpura juga ikut meniru teknik budidaya keramba jaring apung yang dilakukan Saiful. “Produksi ikan yang kami peroleh cukup besar dibanding budidaya ikan yang dilakukan menggunakan kolam tanah,” ujarnya.
Selain harga jualnya yang berbeda, rasa ikan nila juga tidak berbau lumpur atau tanah. Sebab, keramba tersebut jauh menyentuh ke dasar tanah serta airnya juga berganti. “Sejauh ini kami tidak menemukan kendala baik dari segi budidaya maupun pemasaran ikan nila ini,” akunya.
“Ikan yang kami panen sudah ada agen penampungannya, baik agen yang berada di Kota Medan maupun agen yang datang dari Kabupaten Langkat sendiri,” ucap Saiful lagi.
Menurut dia, agen yang datang dari berbagai kecamatan di Langkat sering ‘membooking’ duluan agar ikan nila mereka dijual kepadanya, yang selanjutnya ikan tersebut dijual lagi ke berbagai daerah.
“Untuk agen yang datang langsung ke kolam. Kami jual berkisar Rp16.000-Rp18.000 per kg dengan jumlah ikan sebanyak 3 – 4 ekor tiap kilogramnya,” kata Saiful sembari menambahkan setiap agen yang datang rata-rata membeli ikan sebanyak 50 kg per hari.
Saiful yang didampingi rekan-rekannya di antaranya Khairuddin Tanjung, M Nasip, Karman, Abdul Kadir mengatakan, awalnya modal yang mereka keluarkan untuk budidaya ikan nila dengan KJA ini berkisar Rp157 juta untuk membuat 6 plong KJA.
Keramba yang mereka disain itu memiliki ukuran berkisar 10 x 4 meter per segi untuk tiap lubang. Dari hasil uji coba pertama yang mereka lakukan secara intensif di Desa Pulau Pulau Banyak ternyata membuahkan hasil yang cukup mengembirakan.
“Hasilnya sangat memuaskan. Dari penjualan ikan itu, kami terus menambah jumlah keramba dari 5 plong menjadi 12 plong dan sekrang menjadi 36 plong saat ini,” kata Saiful.
Keramba yang mereka gunakan itu menghabiskan dana berkisar Rp 157 juta untuk 6 plong. Dana tersebut untuk pembuatan fisik konstruksi keramba, seperti pembelian jaring madang, besil L (besi siku dan besi U), serta pembelian drum besi dan drum plastik dengan total dana berkisar Rp 37 juta.
Kemudian untuk biaya pembelian benih ikan, mereka mengeluarkan biaya berkisar Rp18 juta -Rp20 juta untuk 6 plong (lubang) keramba. Selain itu, mereka juga membeli pakan berupa pellet sebanyak 21 ton untuk kebutuhan pakan selama 6 bulan, dengan total biaya berkisar Rp137 juta. “Pakan inilah yang kami gunakan mulai benih ikan ditebarkan hingga panen atau dalam waktu antara 4mpat sampai lima bulan,” tutur Saiful.
Nah, untuk benih ikan yang mereka kembangkan, menurut Saiful, sebanyak 42 ribu ekor untuk 6 plong atau masing-masing lubang sebanyak 7.000 ekor dengan ukuran ikan antara 3-4 inci atau dengan berat benih ikan berkisar 7-8 gram per ekor ikan.
“Syukurlah, ikan yang kami kembangkan ini hingga sekarang sangat bersahabat dengan kondisi alam khususnya air Sungai Pulau Banyak ini. Ini bisa dilihat dari tingkat kematian ikan yang terbilang sedikit berkisar 10 persen dari jumlah benih yang ditaburkan sebanyak 42 ribu ekor ikan,” ucap Saiful.
Tadinya, mereka menargetkan keberhasilan ikan yang mereka budidayakan hanya berkisar 80% saja atau 20% tingkat kematian ikan. “Rendahnya tingkat kematian itu membuat kami lebih bersemangat lagi untuk mengembangkan ikan nila ini dalam jumlah yang banyak. Dan, alasan itu pula yang membuat budidaya ikan dengan keramba jaring apung di Desa Pulau Banyak semakin menjamur,” aku Saiful.
“Dengan budidaya keramba yang kami lakukan ini sedikitnya ada 20 orang yang ikut melakukan usaha yang sama. Dan, semuanya dilakukan dengan dana sawadana masyarakat itu sendiri meskipun keramba yang mereka buat hanya satu polong atau tiga plong per orangnya,” kata Saiful.
Dari hasil usaha itu, menurut dia, jelas menambah pendapatan ekonomi mereka. “Pengembangan ikan yang kami lakukan di Desa Pulau Banyak ini, sebelumnya kami mencontoh dan mempelajari dari hasil pengembangan ikan budidaya air tawar di daerah Danau Toba,” aku Khairudin Tanjung.
Pada tahun 2009 lalu, kata dia, untuk keramba intensif sebesar ini baru ada di Kabupaten Langkat tepatnya di wilayah Kecamatan Tanjungpura.
Namun, pengembangan budidaya ikan secara tradisionil cukup banyak yang dilakukan di dalam kolam atau menggunakan pengapungan dengan bahan bambu betung/bambu tali (keramba apung rakit).
“Sungai Pulau Banyak memiliki potensi fisik alam dengan kondisi aliran air secara pasang surut. Sungai itu memiliki kondisi surut pinggir sedalam 3 meter dan pasang dengan kedalaman 10 meter dengan kelebaran sungai berkisar 50- 60 meter,” jelas Saiful.
Saat ini, keramba jaring apung (KJA) yang dikelola Saiful menjadi pusat percontohan bagi desa-desa lainya khususnya di Kecamatan Tanjungpura sendiri. Bahkan bagi desa yang berada di luar Kecamatan Tanjungpura juga ikut meniru teknik budidaya keramba jaring apung yang dilakukan Saiful. “Produksi ikan yang kami peroleh cukup besar dibanding budidaya ikan yang dilakukan menggunakan kolam tanah,” ujarnya.
Selain harga jualnya yang berbeda, rasa ikan nila juga tidak berbau lumpur atau tanah. Sebab, keramba tersebut jauh menyentuh ke dasar tanah serta airnya juga berganti. “Sejauh ini kami tidak menemukan kendala baik dari segi budidaya maupun pemasaran ikan nila ini,” akunya.
“Ikan yang kami panen sudah ada agen penampungannya, baik agen yang berada di Kota Medan maupun agen yang datang dari Kabupaten Langkat sendiri,” ucap Saiful lagi.
Menurut dia, agen yang datang dari berbagai kecamatan di Langkat sering ‘membooking’ duluan agar ikan nila mereka dijual kepadanya, yang selanjutnya ikan tersebut dijual lagi ke berbagai daerah.
“Untuk agen yang datang langsung ke kolam. Kami jual berkisar Rp16.000-Rp18.000 per kg dengan jumlah ikan sebanyak 3 – 4 ekor tiap kilogramnya,” kata Saiful sembari menambahkan setiap agen yang datang rata-rata membeli ikan sebanyak 50 kg per hari.
Saiful yang didampingi rekan-rekannya di antaranya Khairuddin Tanjung, M Nasip, Karman, Abdul Kadir mengatakan, awalnya modal yang mereka keluarkan untuk budidaya ikan nila dengan KJA ini berkisar Rp157 juta untuk membuat 6 plong KJA.
Keramba yang mereka disain itu memiliki ukuran berkisar 10 x 4 meter per segi untuk tiap lubang. Dari hasil uji coba pertama yang mereka lakukan secara intensif di Desa Pulau Pulau Banyak ternyata membuahkan hasil yang cukup mengembirakan.
“Hasilnya sangat memuaskan. Dari penjualan ikan itu, kami terus menambah jumlah keramba dari 5 plong menjadi 12 plong dan sekrang menjadi 36 plong saat ini,” kata Saiful.
Keramba yang mereka gunakan itu menghabiskan dana berkisar Rp 157 juta untuk 6 plong. Dana tersebut untuk pembuatan fisik konstruksi keramba, seperti pembelian jaring madang, besil L (besi siku dan besi U), serta pembelian drum besi dan drum plastik dengan total dana berkisar Rp 37 juta.
Kemudian untuk biaya pembelian benih ikan, mereka mengeluarkan biaya berkisar Rp18 juta -Rp20 juta untuk 6 plong (lubang) keramba. Selain itu, mereka juga membeli pakan berupa pellet sebanyak 21 ton untuk kebutuhan pakan selama 6 bulan, dengan total biaya berkisar Rp137 juta. “Pakan inilah yang kami gunakan mulai benih ikan ditebarkan hingga panen atau dalam waktu antara 4mpat sampai lima bulan,” tutur Saiful.
Nah, untuk benih ikan yang mereka kembangkan, menurut Saiful, sebanyak 42 ribu ekor untuk 6 plong atau masing-masing lubang sebanyak 7.000 ekor dengan ukuran ikan antara 3-4 inci atau dengan berat benih ikan berkisar 7-8 gram per ekor ikan.
“Syukurlah, ikan yang kami kembangkan ini hingga sekarang sangat bersahabat dengan kondisi alam khususnya air Sungai Pulau Banyak ini. Ini bisa dilihat dari tingkat kematian ikan yang terbilang sedikit berkisar 10 persen dari jumlah benih yang ditaburkan sebanyak 42 ribu ekor ikan,” ucap Saiful.
Tadinya, mereka menargetkan keberhasilan ikan yang mereka budidayakan hanya berkisar 80% saja atau 20% tingkat kematian ikan. “Rendahnya tingkat kematian itu membuat kami lebih bersemangat lagi untuk mengembangkan ikan nila ini dalam jumlah yang banyak. Dan, alasan itu pula yang membuat budidaya ikan dengan keramba jaring apung di Desa Pulau Banyak semakin menjamur,” aku Saiful.
“Dengan budidaya keramba yang kami lakukan ini sedikitnya ada 20 orang yang ikut melakukan usaha yang sama. Dan, semuanya dilakukan dengan dana sawadana masyarakat itu sendiri meskipun keramba yang mereka buat hanya satu polong atau tiga plong per orangnya,” kata Saiful.
Dari hasil usaha itu, menurut dia, jelas menambah pendapatan ekonomi mereka. “Pengembangan ikan yang kami lakukan di Desa Pulau Banyak ini, sebelumnya kami mencontoh dan mempelajari dari hasil pengembangan ikan budidaya air tawar di daerah Danau Toba,” aku Khairudin Tanjung.
Pada tahun 2009 lalu, kata dia, untuk keramba intensif sebesar ini baru ada di Kabupaten Langkat tepatnya di wilayah Kecamatan Tanjungpura.
Namun, pengembangan budidaya ikan secara tradisionil cukup banyak yang dilakukan di dalam kolam atau menggunakan pengapungan dengan bahan bambu betung/bambu tali (keramba apung rakit).
Blogger Comment
Facebook Comment