Bergelut di dunia perikanan merupakan jalan hidup Purnani. Wanita
yang lahir di Yogyakarta pada 27 Desember 1967 ini telah telah puluhan
tahun menyelami dunia perikanan. Semua berawal dari keinginannya
meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
Purnani bukan berasal dari keluarga berada, makanya setelah lulus
dari bangku SMA ia mencari sekolah tinggi tanpa biaya. Akhirnya, ia
menemukan sekolah Ahli Usaha Perikanan (AUP) yang dibuka oleh
Kementerian Pertanian. Ia mengambil jurusan Aquakultur di sekolah yang
kini berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Perikanan (STP). “Jadi bukan
saya mencari perikanan, tetapi seperti sudah terarah ke sana, makanya
saya bilang ini jalan hidup,” ujar Purnani.
Usai menyelesaikan pendidikan tingginya di tahun 1989, Purnani
menjalani ikatan dinas sebagai pegawai negeri hingga tahun 1992. “Tapi
saya putuskan untuk keluar untuk berwirausaha,” ujar Purnani seperti
dilansir Kontan.co.id.
Awalnya, Purnani hanya menjadi pedagang yang keluar masuk pasar. Ia
berbelanja ikan dari Muara Angke dan Muara Baru lalu menjualnya kembali.
Purnani juga menjual sayur mayur untuk menambah pendapatan.
Tak puas dengan menjadi pedagang, Purnani mulai membudidayakan ikan
pada tahun 1996. Salah seorang rekannya meminjam uang kepadanya dan
menyerahkan tanah seluas 600 m2 sebagai jaminannya. Tanah itulah yang
kemudian ia gunakan untuk budidaya.
Purnani mengawali usaha budidayanya dengan dengan membudidayakan lele
dan gurame. Siapa sangka usaha budidaya ini justru sukses. Perlahan,
Purnani memiliki tanah seluas 2.000 meter persegi.
Baru pada tahun 2000, Purnani beralih menjual ikan beku dan menjual
aneka olahan ikan dari perusahaan besar. Dalam sebulan, Purnani mampu
menjual 4 ton produk olahan ikan. “Saya lihat bidang ini berprospek
sekali untuk digeluti,” ujar Purnani.
Makanya, sejak tahun 2007 ia mulai membuat aneka makanan berbahan
baku ikan. Tetelan ikan kakap dan udang yang biasanya tak terpakai atau
dijual murah, diubah Purnani menjadi makanan olahan yang menarik, “Saya
buat jadi bernilai ekonomi tinggi,” kata Purnani.
Ide mengolah makanan dari bahan baku ikan datang dari orang yang
tidak suka makan ikan karena bau yang amis ataupun duri. Adapun
produk-produk olahannya adalah siomay, otak-otak, pangsit, nugget,
bakwan, ekado, bakso ikan, lumpia, kaki naga, udang gulung, martabak,
pastel, donat dan sebagainya.
Seluruh produk makanan beku buatan Purnani dikemas dengan menggunakan
merek dagang Benning Food. Dengan produk olahan ini, Purnani
mengharapkan seseorang yang mulanya tidak menyukai ikan bisa
mengkonsumsi ikan.
Karena kreativitasnya ini, pada tahun 2009, CV Bening Jati Anugrah
milik Purnani memperoleh penghargaan Adibakti Mina Bahari dari menteri
kelautan dan perikanan sebagai juara I Kategori UKM Pengolahan Terbaik
tingkat Nasional.
Kini setiap bulannya, Purnani bisa memproduksi 10 ton hingga 15 ton
produk olahan ikan. “Omzetnya sekitar Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per
bulan,” ujar Purnani. Selain memasarkan ke pasar tradisional dan
berbagai agen, produknya juga dipasarkan melalui Lotte yang tersebar di
berbagai wilayah Indonesia.
Tak Patah Arang
Menjadi sukses tidaklah mudah. Seringkali pelaku usaha harus jatuh
bangun lebih dahulu sebelum mencapai tujuannya. Hal inilah yang juga
dialami Purnani. Hambatan tidak membuat wanita ini patah semangat. Ia
justru berusaha mengambil hikmah dan tak pernah patah semangat dalam
membesarkan usahanya, CV Bening Jati Anugrah.
Setelah sukses melakukan budidaya ikan, wanita yang pernah menjadi
pegawai negeri ini juga berusaha membina warga sekitar lokasi ia
tinggal, yaitu di Ciseeng untuk ikut membudidayakan ikan. “Banyak petani
yang ambil bibit dari saya, saya bina, hasilnya saya bantu juga
pasarkan kalau mereka kesulitan memasarkan sendiri,” ujar Purnani.
Sayang, usaha ini hanya bertahan selama empat tahun. Karena pada
tahun 2000 banjir besar yang melanda kawasan Jabodetabek juga melanda
kolamnya. Nah yang tidak bisa ia mengerti, para warga sekitar yang ia
bantu malah juga menjarah ikan miliknya. Gilanya, ikan hasil jarahan itu
dijual kembali kepada Purnani. “Semua dijarah di depan mata saya,”
kenang Purnani yang kala itu memiliki lahan budidaya seluas 2.000 meter
persegi.
Kecewa, Purnani memutuskan untuk pindah dari lokasi tersebut dan
berhenti dari usaha budidaya ikannya. Meski sempat frustasi, Purnani
masih meyakini bahwa dunia perikanan adalah jalan hidupnya. Ia pun tak
mau menyia-nyiakan jaringan petani ikan dan pedagang pasar yang sudah
dikenalnya dengan baik. Dari situlah, ia memutuskan untuk menjadi
penjual ikan milik para petani.
Kemudian pada tahun 2003, Purnani mulai banting stir berjualan
makanan olahan ikan seperti nugget, siomay dan otak-otak. Ketika itu,
salah seorang rekannya yang bekerja di perusahaan ritel, Makro (kini
bernama Lotte) untuk menjadi pemasok. “Dari situlah saya mulai bergelut
di dunia ikan beku,” ujar Purnani.
Cukup berpengalaman menjadi pemasok ikan olahan, Purnani pun akhirnya
berpikir untuk mengembangkan usahanya menjadi produsen makanan beku
dari olahan ikan pada tahun 2007. Apalagi ia sudah memiliki modal
jaringan kuat untuk bahan bakunya. Rezeki pun mengalir deras dari lini
ini.
Tetapi cobaan tak berhenti menghampiri Purnani. Ia ditipu oleh rekan
kerjanya, bahkan berkali-kali. Dengan dalih membutuhkan modal, mereka
meminjam dana kepadanya. Bukannya mengembalikan, mereka malah kabur.
“Rata-rata ditipu di atas Rp 100 juta. Yang paling telak, mencapai Rp
180 juta dan terjadi dua kali,” ujar ibu empat anak ini.
Ada pula yang mengambil banyak barang dari tokonya dengan sistem
kredit, namun karena tahu administrasi tokonya masih belum terlalu
bagus, rekannya tak mau membayar hutang pembelian produk tersebut. “Nota
hutangnya hilang, dia tahu kami tak ada bukti jadi dia tak mau bayar,”
kenang Purnani.
Kemudian ada warga binaannya yang mengaku-aku bisnis Purnani miliknya
dan meminjam uang dengan jaminan Purnani. Kejadian ini membuat Purnani
selektif dalam meminjamkan dana dan memperbaiki administrasi usaha serta
laporan keuangannya.
Lebih dari dua puluh tahun menjalani bisnis perikanan, kini Purnani
bisa meraup omzet ratusan juta rupiah setiap bulan. Dengan usaha
tersebut, Purnani juga menciptakan lapangan pekerjaan. Ia memiliki
karyawan tetap 25 orang dan 15 orang karyawan borongan harian.
Purnani tidak ingin sukses sendirian. Ia ingin menularkan
kepiawaiannya berbisnis kepada masyarakat. Makanya, Purnani selalu
menerima orang yang ingin belajar tentang perikanan.
Bagi yang ingin membuka usaha produksi, Purnani akan melatih dan
mengajari pembuatan sebuah produk. “Kalau kesulitan memasarkan, saya
bantu pemasaran juga,” ujar wanita yang mengaku tidak takut akan
bertambah saingan ini.
Menurut perhitungannya, setidaknya ada sekitar 500 orang yang sudah
pernah dilatihnya. “Saya ingin memunculkan wirausahawan baru,” kata
Purnani bersemangat.
Sejumlah kiat diberikan oleh Purnani supaya sukses dalam
berwirausaha. Ada tiga modal yang harus dimiliki yakni pertama modal
kepepet. Menurutnya, orang yang kepepet biasanya memiliki tekad yang
bulat untuk usaha dan punya keinginan besar.
Kedua, harus menyukai usaha yang digeluti. “Kalau dia sudah senang
dan hobi, dalam hasil usaha akan ada sentuhan hatinya. Ada masalah
apapun, dia akan berusaha bertahan dan tidak mudah putus asa,” ujar
Purnani.
Modal terakhir adalah ketekunan dalam mengembangkan usaha. Soal
permodalan uang, Purnani menilai bukan hal utama. Modal dana akan datang
dengan sendirinya jika wirausahawan menunjukkan apa yang dia kerjakan
berguna bagi orang lain.
Lihat saja, ketika mengawali usahanya, Purnani tidak banyak
mendapatkan perhatian. Tetapi ketika usahanya mulai berjalan, instansi
pemerintah daerah mulai memperhatikan bantuan permodalan atau pendanaan.
“Percuma kalau cuma ngomong modal dana, tapi kita tidak merintis,” kata
dia.
Toh, Purnani belum cukup puas dengan usaha yang dicapai. Ia masih
bercita-cita membuka mini market yang khusus menjual aneka produk
berbahan dasar ikan, mulai dari ikan beku, aneka olahan ikan dan
sebagainya. “Impian saya di setiap pasar tradisional yang sesuai target
pemasaran akan saya buka ruko mini market tersebut,” ujar Purnani.
Untuk mewujudkan mimpinya, Purnani mulai merintis dengan membuka
Bening Mart. Gerai pertamanya dibuka di Depok, Jawa Barat. Sasaran
utamanya adalah selain masyarakat juga pemain usaha katering kelas kecil
dan menengah. Meski sudah banyak ritel bermunculan, Purnani yakin bisa
bersaing. Sebab, varian produknya banyak, tanpa bahan pengawet dan
murah.
Purnani juga akan kembali terjun ke dunia budidaya yang sempat
ditinggalkannya. Bedanya kali ini adalah ikan hias. Ia akan menggunakan
lahan seluas 1.700 meter persegi untuk budidaya ikan hias. Sementara
sisanya seluas 1.300 meter persegi akan digunakan sebagai budidaya ikan
untuk bahan baku produknya.