Pertanyaan:
Bolehkah seorang imam wanita mengeraskan bacaannya ketika mengimami
sesama wanita, dan apa hukum seorang wanita mengumandangkan adzan di
tengah-tengah para wanita?
Jawaban:
Apabila seorang wanita menjadi imam untuk wanita lain dalam shalat jahriyyah maka dia mengeraskan bacaannya karena hal ini merupakan tata cara sholat jahriyyah,
selagi di sana tidak ada laki-laki asing yang bukan mahramnya. Ketika
terdapat laki-laki bukan mahram di sekitarnya maka dia tidak boleh
mengeraskan bacaannya. Demikianlah yang menjadi pendapat ulama madzhab
syafi’i dan hambali. Adapun ulama madzhab maliki mereka berpendapat
bahwa imam wanita tidak mengeraskan bacaannya karena dapat menimbulkan
fitnah. Pendapat ini juga merupakan dzahir dari pendapat ulama
hanafiyyah. Namun, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang
pertama, Allahu A’lam.
Adapun adzannya seorang wanita di tengah-tangah para wanita maka
mayoritas ulama dari madzhab hanafi, maliki, syafi’i dan hambali
berpendapat bahwa hal tersebut adalah perkara yang tidak disyari’atkan.
Karena adzan dikumandangkan untuk tujuan memanggil orang-orang agar
berjama’ah (yaitu para laki-laki). Sementara wanita tidak diwajibkan
shalat jamaah. Selain itu, adzan juga menuntut orang yang
mengumandangkannya untuk mengangkat suaranya sedangkan wanita tidak
diperbolehkan untuk mengangkat suaranya.
Akan tetapi dalam madzhab syafi’iyyah, ada yang berpendapat
dianjurkan adzan bagi wanita. Imam An Nawawi berkata dalam kitab beliau Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (108/3):
“Oleh karena itu maka kita katakan bahwa wanita boleh adzan akan tetapi
dia tidak boleh mengangkat suaranya di atas suara yang dapat didengar
oleh para wanita. Hal ini disepakati oleh ulama syafi’i dan ditegaskan
dalam kitab Al Umm. Jika mengangkat suara lebih dari itu, maka
hukumnya haram sebagaimana terlarangnya membuka wajah di hadapan
laki-laki asing. Karena sesungguhnya wanita dapat menimbulkan fitnah
bagi laki-laki melalui suaranya, sebagaimana dia menjadi fitnah dengan
wajahnya.
-Syaikh Khalid bin Abdullah Al Mushlih-
Sumber: Aktsaru Min Alfi Fatawa Li As-Syaikh Khalid Bin Abdullah Al Mushlih
Blogger Comment
Facebook Comment