Wahai suamiku…, kutulis surat ini dengan kehangatan cinta dan kasih sayang kepadamu. Semoga Allah senantiasa menjaga kita.
Wahai
Suamiku, engkau adalah pemimpin rumah tangga kita, aturlah kami dengan
aturan Allah, pimpinlah kami untuk taat kepada-Nya, bimbinglah kami
terhadap apa yang maslahat (baik) untuk kami. Insya Allah engkau akan
mendapatiku dan anak-anak menghormatimu, memuliakanmu dan taat kepadamu.
Itulah kewajiban sebagai seorang yang dipimpin kepada yang memimpin.
Allah Ta’aalaa berfirman :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (Qs. an-Nisa’:34)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah : 228)
Wahai
suamiku, engkau adalah anugerah dan kenikmatan yang besar yang Allah
karuniakan kepadaku. Ketika banyak para wanita yang belum menikah, Allah
mengaruniakanku seorang suami shalih -Insya Allah- seperti dirimu.
Ketika banyak dari para wanita yang mempunyai suami yang tidak
memperhatikan agama istrinya, Allah memberikanku seorang suami yang
selalu menyemangatiku untuk hadir ke majelis-majelis ilmu. Ketika banyak
suami yang acuh-tak-acuh dengan perbuatan-perbuatan istrinya yang
salah, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang selalu menasehatiku.
Ketika banyak suami yang tak peduli halal dan haram ketika ia mencari
rezeki, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang merasa cukup dengan
yang halal. Banyak lagi kebaikan dan keutamaanmu, apakah pantas bagiku
untuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat dirimu, apakah pantas
bagiku untuk tidak berterima kasih kepadamu dengan segala kebaikanmu,
kasih sayangmu, perhatianmu, jerih payahmu untuk diriku…
Allah Ta’aala berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Allah mema’lumkan, sesungguhnya jika kamu
bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sagat pedih.” (Qs. Ibrahim : 7)
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku
melihat neraka dan aku melihat sebagian besar penduduknya adalah kaum
wanita. Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Mengapa demikian wahai
Rasulullah?
يكفرن العشير ويكفرن الإلحسان, لو أحسنت الى إحداهن الدهر, ثم رأت منك شيأ قالت : ما رأيت منك خير قط
Mereka
mendurhakai suami dan mengingkari kebaikannya. Sekiranya seorang dari
mereka engkau perlakukan dengan baik sepanjang masa, lalu ia melihat
sesuatu (kesalahan) darimu, ia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat
satu pun kebaikan darimu selama ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai
suamiku, segala puji bagi Allah sematalah kemudian karena sebab
pendidikan orang tuaku yang baik, yang telah mempersiapkan dan
mendidikku untuk menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga yang baik,
sehingga aku sadar bahwasanya pernikahan bukanlah surga yang tak ada
problema, kesusahan dan kesulitan. Dan juga bukanlah neraka yang ada
hanya kesusahan dan kesengsaraan. Semoga dengan sebab itu aku lebih siap
dan tegar jika kesusahan, kesulitan datang menerpa. Wahai suamiku,
Insya Allah engkau akan mendapatiku menjadi pendamping yang kokoh dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga ini, hanya kepada Allahlah aku
memohon pertolongan.
Allah Ta’aala berfirman :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah : 5)
Wahai
suamiku, keinginanmu agar aku dekat dengan orang tuamu, akupun
menginginkan hal yang demikian. Orang tuamu adalah orang tuaku juga. Dan
aku ingin engkau tetap berbakti, melayani dan memberikan perhatian yang
besar kepadanya walaupun engkau sudah menikah. Insya Allah aku akan
membantumu untuk hal itu.
Allah Ta’alaa berfirman :
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapak).” (Qs. an-Nisa’ : 36)
Wahai
suamiku, banyak hal yang tidak diperhatikan oleh sebagian istri tentang
perkara-perkara yang membuat suaminya senang dan menghindari sesuatu
yang membuat suaminya tidak suka. Di antaranya tampil apa adanya di
depan suaminya, tidak mau berdandan dan mempercantik diri. Wahai
suamiku, katakanlah kepadaku apa yang membuat dirimu senang sehingga aku
berusaha untuk melakukannya dan katakanlah sesuatu yang membuatmu benci
sehingga aku menjauhinya.
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خير النساء التي تسره إذا نظر إليها و تطيعه اذا أمر ولا تخالفه في نفسها ولا مالها بما يكرها
“ Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas dirinya dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.” (HR. ath-Thabrani dari ‘Abdullah bin Salam, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Wahai
suamiku, sungguh sebuah keburukan kalau aku tidak bisa menerima
kekurangan dirimu di mana kelebihanmu tak sebanding dengan kekuranganmu.
Padahal aku tahu tak ada seorang yang sempurna. Apakah pantas aku
bersikap seperti itu, sedangkan engkau ridha dan bershabar dengan
berbagai kekurangan diriku.
Wahai
suamiku, ketika aku merasa lelah dalam mengurus pekerjaan rumah, aku
teringat kisahnya seorang wanita yang mulia, pemimpin wanita di surga
yang merasa keletihan ketika ia mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah
tangga. Seorang wanita shalihah yang memiliki jiwa yang mulia, hati yang
bersih dan akal yang terbimbing oleh syari’at yang agung. Semoga aku
bisa meneladani keshabaran Fathimah putrinya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bukan malah meneladani wanita yang akalnya menjadi tempat sampah pemikiran barat yang menamakan dirinya Feminisme.
“ Suatu
ketika Fathimah mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam atas kelelahan yang ia rasakan sebab ia menarik alat penggiling
hingga berbekas di kedua tangannya, menimba air dengan qirbah (tempat
air pada masa itu) hingga qirbah membekas di lehernya, dan menyalakan
api di tungku hingga mengotori pakaiannya. Itu semua terasa berat
baginya. Lalu apa tanggapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tentang hal itu? Beliau menasehati Fathimah dan Ali bin Abi Thalib agar
bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali
setiap hendak tidur . Beliau bersabda kepada keduanya bahwa itu semua
lebih baik dari pembantu (yang Fathimah minta –ed).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai
suamiku, seharusnya setiap istri sadar, termasuk diriku. Bahwa setiap
suami mempunyai posisi dan status sosial yang berbeda. Ada di antara
suami yang sangat dibutuhkan oleh keluarganya. Ada juga seorang suami
yang memiliki kedudukan yang penting sehingga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Ada juga seorang suami yang menjadi seorang da’i sehingga
sangat dibutuhkan oleh ummat. Seharusnya setiap istri memperhatikan hal
ini. Jika dia seorang suami yang sangat dibutuhkan keluarganya maka
bantulah ia, dan relakanlah sendainya hak waktumu sedikit terkurangi.
Bukan malah menghalangi dari keluarganya. Kalau dia seorang yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat atau ummat, maka bantulah ia, semangatilah ia
dan berilah nasehat untuk ikhlas dalam melayani ummat dan bershabar
atas mereka. Bukan malah bertindak seperti anak kecil yang merongrong
suaminya hanya karena dia tidak selalu berada di sisinya. Atau sesekali
ketika lagi bersendau gurau denganmu ia mengangkat telpon untuk sekedar
memberikan nasehat atau saran kepada ummat. Wahai suamiku, semoga aku
bisa memperhatikan hal ini. Dan aku pun sadar hakku telah kau tunaikan
dengan baik.
Wahai
suamiku, aku teringat sebuah ayat yang seharusnya membuatku untuk
berfikir dan merenungi sejauh mana aku merealisasikan ayat ini atau
malah sebaliknya.
Allah Ta’aala berfirman :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa.” (Qs. al-Maidah : 2)
Ya Allah,
jadikanlah aku istri shalihah yang membantu suamiku untuk taat
kepada-Mu, berdakwah di jalan-Mu dan melakukan berbagai amalan kebaikan
bukan malah sebaliknya menjadi fitnah baginya.
Allah Ta’aala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“ Wahai
orang-orang yang beriman, ‘Sesungguhnya di antara istri-itrimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka.” (Qs. at-Taghabun : 14)
Wahai
suamiku, rezeki yang halal sudah sangat cukup bagiku. Nafkah yang kau
berikan kepadaku sebagai bentuk tanggungjawabmu sebagai seorang suami
sangatlah besar walaupun menurut sebagian orang dinilai kecil. Keindahan
dan kebahagian hidup ini adalah ketika kita bisa bersyukur dan hidup
dengan qana’ah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu menjadi istri yang
tidak pandai bersyukur yang bisanya hanya menuntut, terlebih lagi
menjadi sebab suaminya mengambil yang haram.
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قد أفلح من اسلم ورزق كفا, وقنعه الله بما آتاه
“Sungguh
beruntung orang yang masuk Islam, rezekinya cukup dan Allah memberikan
kepuasan atas apa yang telah dikaruniakan kepadanya.“ (HR. Muslim dari ‘Abdullah bin Amr bin al-Ash)
Dan dalam hadits yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يستعفف يعفه الله ومن يستغن يغنه الله
“Barangsiapa
yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah menjaga dirinya dan barang
siapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberi kecukupan baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
لا ينظر الله الى امراة لا تشكر لزوجها وهي لا تستغني عنه
“Allah
tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada
suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup/qana’ah).” (HR.
an-Nasa’i, al-Baihaqi, at-Tirmidzi dan ia berkata hadits ini sanadnya
shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi dari ‘Abdullah bin ‘Amr)
Wahai
suamiku, perkenankanlah aku untuk meminta maaf atas kekurangan dalam
melayanimu. Karena itulah adalah tugas dan kewajibanku. Hanya kepada
Allah-lah aku memohon pertolongan untuk taat dan memberikan pelayanan
yang terbaik kepada suamiku.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اذا الصلت المراة خمسها, وصامت شهرها, وحصنت فرجها, وأطاعت بعلها, دخلت من أي أبواب الجنة شاءت
“Apabila
seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan
Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan
masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radiyallaahu ‘anhu)
Wahai
suamiku, maklumilah kalau engkau melihat diriku cemburu kepadamu karena
inilah tabiat seorang wanita, disamping aku sangat mencintaimu. Ibunya
kaum mukminin pun merasakan cemburu di hatinya, ketika ia berkata, “Aku
tidak pernah merasa cemburu kepada salah seorang istri Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku kepada Khadijah,
disebabkan seringnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebut
namanya dan sanjungan beliau kepadanya.” (HR. Bukhari). Insya
Allah, kecemburuanku adalah kecemburuan yang wajar yang merupakan
tabiat seorang wanita, bukan kecemburuan yang menghalangi suaminya untuk
taat kepada Allah, atau kecemburuan yang menjadi sebab suaminya
terjatuh kepada yang haram, atau bukan kecemburuan yang menghalangi
suaminya untuk mengambil haknya untuk berpoligami. Tidak wahai
suamiku…!!. Sungguh aku bukan seorang istri yang merampas hak suaminya
dengan menghalanginya untuk berpoligami, jika memang dia menginginkan
dan mampu untuk hal itu. Tetapi, aku -Insya Allah- seorang istri yang
berusaha meneladani para istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, istri para istri shahabat dan para istri shalihah yang memegang teguh syari’at ini termasuk syari’at poligami. Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman :
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja.“ (Qs. an-Nisa’ : 3)
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا
أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا
“Dan
tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada
pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat
dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab : 36)
Wahai
suamiku, anak-anak kita adalah buah hati kita, buah cinta kita. Karunia
yang Allah karuniakan kepada kita, sekaligus merupakan amanah yang Allah
amanahkan kepada kita. Insya Allah, aku akan mendidiknya dengan
pendidikan yang baik, dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Aku akan
mendidiknya untuk mentauhidkan Allah, aku akan mendidiknya agar taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, aku akan mendidiknya agar berbakti kepada
orangtuanya. Semoga Allah mengkaruniakan anak yang shalih dan shalihah
kepada kita. Amiin.
Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” (Qs. Ali Imran : 38)
Wahai
suamiku, tentu sebagai seorang muslimah aku mendambakan surga Allah dan
khawatir terhadap neraka-Nya. Aku sering teringat sebuah hadits di mana
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فانظري أين أنت منه, فإنما هو جنتك ونارك
“Perhatikanlah posisimu terhadap suamimu sebab dia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ahmad dan al-Hakim dan selainnya, ia menyatakan hadits shahih dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi)
Dan di antara jalan menuju surga adalah dengan mentaatimu.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اذا الصلت المراة خمسها, وصامت شهرها, وحصنت فرجها, وأطاعت بعلها, دخلت من أي أبواب الجنة شاءت
“Apabila
seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan
Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan
masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu)
Dan
sebaliknya di antara jalan menuju neraka adalah bersikap nusyuz
kepadamu, durhaka dan tidak taat kepadamu. Wahai suamiku, Insya Allah
aku akan selalu taat dan berbuat baik kepadamu dengan menjaga
kehormatanku, menjaga diriku dari menyakitimu, tidak lalai melayanimu,
tidak menggambarkan sosok wanita di hadapanmu, tidak keluar rumah tanpa
seizinmu, tidak menyebarkan problema rumah tangga kepada orang lain dan
tidak menolak ketika engkau mengajakku berhubungan.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اثان لا تجاوز صلاتهما رءوسهما عبد ابق من مواليه حتى يرجع ومرأة عصت زوجها حتى ترجع
“Ada
dua orang yang mana shalat mereka tidak naik melewati kepala mereka ;
yakni seorang budak yang lari dari majikannya hingga kembali kepadanya,
dan seorang istri yang bermaksiat kepada suaminya hingga ia kembali
taat.” (HR. ath-Thabarani, al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh
al-Albani di dalam ash-Shahihah dari ‘Abdullah bin Amr al-Ash
Radiyallahu ‘anhu)
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت أن تجيء لعنتها الملا ئكة حتى تصبح
“Apabila
seorang laki-laki memanggil istrinya di ranjang (untuk berhubungan –ed)
lalu istrinya enggan untuk datang, maka para malaikat akan melaknatnya
hingga (waktu) shubuh.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu)
Wahai
suamiku, aku mencintai dan menyayangimu, dekaplah aku di kehangatan
cinta dan kasih sayangmu, belailah aku di kelembutan perhatianmu,
hiburlah aku di canda dan tawamu semoga Allah melanggengkan rumah
tangga kita dan mengumpulkan kita di dalam surga-Nya.