Begitu pula menjalani kehidupan rumah tangga, tentu tidak selalu harum betabur bunga indah penuh warna-warni. Kadang muncul riak-riak atau bahkan ombak yang menghadang keharmonisannya. Saat itulah diperlukan sosok suami yang tangguh dalam kepemimpinan. Figur yang menghantarkan pada keselamatan dunia dan akhirat.
Hal ini tentunya dimulai dengan usaha
mencari calon suami yang shalih sebagai pemimpin keluarga. Menjadi tugas
para wali dari pihak wanita untuk memilihkan teman hidup yang mempunyai
kualitas agama yang baik. Sehingga hal ini akan mendukung kualitas
keshalihan istri dan anak-anaknya.
Apalagi yang diharapkan seorang wanita
kecuali kebahagiaan tatkala pendamping hidup yang mengiringi
hari-harinya adalah lelaki shalih. Bukan hanya satu kebahagiaan yang
direngkuh melainkan dua kebahagiaan. Tiada berakhir nikmat bahagia itu
saat meninggalkan dunia, namun akan tetap ada ketika berpindah ke negeri
akhirat. Karunia yang demikian besar tentunya. Tidak ada karunia yang
melebihi mendapatkan kebahagiaan di dua negeri.
Terbersitlah tanya, hal apakah yang ada
pada diri suami yang shalih sehingga bisa menyumbang besarnya
kebahagiaan istri di dunia dan akhirat? Di antara hal tersebut yaitu
karena baiknya pengamalan terhadap firman Allah:
“Dan bergaullah kalian (para suami)
dengan mereka (para istri) dengan cara yang makruf. kemudian bila kalian
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak
menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” [Q.S. An Nisa:19].
Ia adalah suami shalih yang bergaul dalam
curahan kasih sayang, penuh perhatian dan mengalah pada perkara yang
bukan maksiat. Namun, ia tetap tegas pada kesalahan istri dengan tanpa
mengesampingkan hikmah dan kelemahlembutan. Demikian pula tidak lepas
dari bagusnya peneladanan terhadap manusia terbaik dan termulia,
Rasulullah `,. Sebagaimana yang dituntut kepada setiap muslim untuk
menjadikan beliau sebagai suri teladan. Sehingga ia selalu mengambil
contoh dari muamalah Rasulullah ` terhadap keluarganya, salah satunya
dalam hadits beliau bahwa, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” [H.R. At Tirmidzi dishahihkanSyaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi].
Mengacu kepada ayat dan hadits
tersebutlah suami yang shalih bermuamalah dengan istri dan keluarganya.
Sehingga tidaklah ia akan merendahkan atau menyakiti istrinya terlebih
menzalimi. Melainkan ia berusaha untuk berkata dan berperilaku
berhiaskan akhlak yang baik. Ia berikan yang menjadi hak-hak istri
dengan penuh penunaian, tanpa mengungkit-ungkit kebaikan yang telah
dicurahkan. Ia bersabar atas perangai yang tidak disukai dari
pasangannya selama tidak dalam pelanggaran syariat. Ia memaafkan
kekurangan istri dalam menunaikan hak-hak suami. Ia luruskan kebengkokan
istri dengan cara yang halus dan bijaksana.
Begitulah kesan eloknya pergaulan yang
tercermin dari seorang suami yang shalih. Suami yang bergaul dengan
penuh pengertian akan keadaan dan sifat seorang wanita. Suami yang
memuliakan kedudukan dan hak istri. Sehingga, tentulah akan mengukir
kebahagiaan di hati seorang istri dalam hidup bersanding bersamanya di
alam dunia ini. Kebahagiaan di negeri abadi pun dapat diraih, manakala
suami yang shalih menyadari perannya sebagai pemimpin dalam keluarganya.
Pemimpin yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda
Rasulullah `, “Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarganya. Dan kelak ia akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang mereka.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim].Suami yang melaksanakan tugasnya dalam menjaga diri dan keluarganya dari siksa neraka yang pedih.
Ia berusaha mengamalkan firman Allah dalam salah satu ayat-Nya yang mulia:
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.” [Q.S. At Tahrim:6].
. Usaha tersebut antara lain dengan menaruh perhatian terhadap pendidikan agama melalui pengajaran ilmu dan penyampaian nasihat. Suami yang menghasung dan membantu mereka dalam melakukan amal ketaatan. Tak luput pula mencegah mereka dari berbuat kemungkaran, tidak membiarkan terjadinya kemaksiatan dalam keluarganya. Hal ini pula, sebagai salah satu wujud dari kecemburuan dan penjagaannya terhadap kehormatan istri serta mahligai rumah tangganya.
Demikianlah gambaran indah suami yang
shalih, yang mencintai istri tidak hanya semata-mata cinta tabiat tapi
juga cinta yang terpuji yaitu cinta karena Allah, cintanya tumbuh dari
dasar ketakwaan kepada Allah, sehingga cintanya membawa manfaat baik di
dunia maupun akhirat. Allahu a’lam
0 comments:
Post a Comment