Grading bibit ikan biasanya
dimulai pada segmen pembibitan dan berlanjut hingga segmen pembesaran,
menjelang tercapainya ukuran konsumsi. Seperti telah sama-sama diketahui
bahwa grading bibit ikan (yang umumnya masih dilakukan secara
manual) merupakan proses yang cukup melelahkan dan menyita banyak waktu.
Dimulai dari persiapan alat-alat budidaya yang diperlukan, seperti;
jaring, seser, ember-ember penyaring (khususnya pada pembibitan lele) dan tong (drum) plastik sebagai wadah (tempat penampung sementara) ikan hasil grading hingga persiapan kolam-kolam tempat tujuan pemencaran bibit ikan.
Pada kondisi normal, proses grading ikan gurame dimulai saat bibit berukuran 'kuku' (size 1-2 cm) telah dipelihara selama kurang lebih 35 sampai 40 hari hingga mencapai ukuran 'korek gas' (size 2-3 cm). Proses grading berikutnya adalah saat bibit ikan gurame mencapai ukuran 'silet' (size 2,5-4 cm) sekitar 40 hari masa pemeliharaan dari ukuran 'korek gas'. Setelah dipelihara lagi selama 40-45 hari, bibit gurame ukuran 'silet' ini akan mencapai ukuran 'korek kayu' (size 3,5-5 cm). Pada tahapan inilah, disamping proses grading,
dilakukan pula langkah penjarangan (pemencaran) bibit ikan ke beberapa
kolam terpal lain yang telah dipersiapkan sebelumnya. Proses pemencaran
ini dilakukan agar tercapai tingkat kepadatan ikan yang ideal. Demikian
seterusnya, grading dan penjarangan pun kembali dilakukan hingga bibit ikan gurame mencapai ukuran '3 jari' dan '4 jari'. Pada kondisi normal, setelah bibit ikan mencapai ukuran 'tempelan' atau kira-kira sebesar telapak tangan orang dewasa (5 jari) maka proses grading
tak lagi dilakukan karena tingkat keseragaman ukuran bibit ikan gurame
umumnya telah tercapai. Menjelang ukuran konsumsi, kepadatan populasi
bibit ikan gurame sebaiknya dipertahankan pada kisaran 10-12 ekor/m3 agar dicapai tingkat pertumbuhan yang optimal.
Pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan bibit ikan tidak dapat berkembang dengan baik. Terjadi kompetisi ruang dan pakan yang mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi tidak seragam. Beberapa bibit ikan memang dapat tumbuh dengan cepat namun sebagian besar lainnya justru terhambat (berukuran kerdil). Sering didapati, bibit ikan yang berukuran kerdil ini cukup banyak jumlahnya sehingga harus dipelihara lagi ditempat terpisah hingga mencapai ukuran standar. Proses ini tentu akan memakan waktu dan membutuhkan biaya ekstra. Hal yang demikian tentu tidak dikehendaki oleh para pembudidaya karena bagaimanapun juga nilai jual bibit ikan lebih ditentukan oleh ukuran fisiknya, bukan oleh umur atau lamanya masa pemeliharaan.
Selain menyebabkan tingkat
keseragaman pertumbuhan ikan yang tidak merata, pemeliharaan bibit
gurame dengan tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan
kualitas air kolam sulit untuk dikontrol. Kualitas air kolam dapat
berubah dengan cepat dan tidak jarang hanya dalam hitungan jam kualitas
air kolam telah menurun drastis. Hal ini mungkin cukup mengagetkan bagi
pembudidaya ikan yang baru mencoba menekuni usaha pembibitan gurame.
Bibit ikan yang semula tampak sehat, gesit dan lincah tiba-tiba sebagian
besar mengalami 'kolaps' keesokan paginya tanpa adanya tanda-tanda
(gejala) serangan penyakit pada hari sebelumnya.
Untuk meminimalisir kemungkinan
terjadinya hal tersebut (akibat terlambatnya proses penjarangan) serta
upaya untuk menghemat waktu saat grading maka muncul gagasan untuk mencoba mengadopsi cara pemeliharaan ikan dengan model keramba jaring apung (KJA) seperti yang banyak ditemui pada budidaya ikan dengan sistem air mengalir seperti di danau dan sungai serta kawasan perairan tenang di sekitar teluk dan pantai.
Walaupun pola budidaya ikan di media kolam terpal sedikit berbeda
(tidak menggunakan sistem air mengalir) namun kami pandang metode keramba jaring apung (KJA) ini dapat pula diterapkan pada kolam terpal, hanya saja diperlukan sedikit modifikasi bentuk dan ukuran keramba serta beberapa penyesuaian seperlunya.
Pada tahap awal kami coba membuat 3 jenis keramba sederhana berukuran 1 x 1 m2, 2 x 1 m2 dan 3 x 1 m2 dengan kedalaman jaring sekitar 90 cm hingga 1 meter
(disesuaikan dengan kedalaman setiap kolam), masing-masing
diperuntukkan bagi kolam terpal berukuran 4 x 4 m2 atau 4 x 6 m2, kolam 4
x 8 m2 dan kolam 6 x 6 m2. Untuk menghemat biaya, ketiga jenis keramba
ini dibuat dari bahan-bahan sisa atau bahan bekas pakai yang masih dapat
dimanfaatkan kembali seperti ;
- potongan pipa-pipa paralon (PVC) berbagai ukuran
- tali plastik berukuran sedang dan
- beberapa bagian dari lembaran jaring pemanen bibit yang sudah tak terpakai namun masih dapat dimanfaatkan kembali untuk membentuk jaring keramba
- dan jaring pelindung/ penutup permukaan keramba (jika dipandang perlu).
Bahan lainnya yang perlu disiapkan adalah beberapa sok penyambung pipa paralon (PVC) yang sesuai yakni ; type 'I', 'L' (knee) dan 'T' serta lem PVC tentunya.
- potongan pipa-pipa paralon (PVC) berbagai ukuran
- tali plastik berukuran sedang dan
- beberapa bagian dari lembaran jaring pemanen bibit yang sudah tak terpakai namun masih dapat dimanfaatkan kembali untuk membentuk jaring keramba
- dan jaring pelindung/ penutup permukaan keramba (jika dipandang perlu).
Bahan lainnya yang perlu disiapkan adalah beberapa sok penyambung pipa paralon (PVC) yang sesuai yakni ; type 'I', 'L' (knee) dan 'T' serta lem PVC tentunya.
Untuk membentuk 1 keramba jaring apung sederhana setidaknya diperlukan 2 jenis ukuran pipa paralon (PVC), yakni pipa paralon 1,5" sebagai rangka pengapung (sekaligus penggantung jaring) dan pipa paralon 1/2" sebagai rangka pemberat nya. Untuk ukuran keramba yang lebih kecil (1 x 1 m2), rangka pemberatnya cukup menggunakan pipa paralon berukuran 5/8".
Berikut ini adalah contoh
pembuatan keramba jaring apung sederhana berukuran 2 x 1 m2 yang akan
digunakan pada kolam pendederan berukuran 4 x 8 m2 dengan kedalaman
genangan sekitar 1 meter.
Tahap pertama adalah membentuk rangka pengapung (pipa paralon 1,5") dan rangka pemberat (pipa paralon 1/2") masing-masing berukuran 2 x 1 m2. Setiap sambungan antar pipa pada rangka pengapung harus dipastikan betul-betul rapat (kedap udara) karena akan berfungsi sebagai pelampung (Gambar 1). Berbeda halnya dengan rangka pengapung yang berisi udara, rangkaian pipa paralon 1/2" sebagai rangka pemberat justru diisi air atau pasir sehingga dapat tenggelam dalam genangan air kolam.
Tahap kedua, memasang jaring berukuran 2m x 1m x 1m (yang telah disiapkan sebelumnya) pada rangka pengapung dengan menggunakan tali plastik mengitari sisi bawah rangka (gambar 2). Awal pemasangan jaring dapat dimulai dari salah satu sudut rangka pengapung menuju sudut berikutnya di arah sisi panjang rangka (gambar 3).
Setiap melewati salah satu sudut rangka selalu dilakukan pemeriksaan
tingkat kekencangan dan kerapihan ikatan antara jaring dan rangka (gambar 4).
Demikian seterusnya hingga seluruh jaring dapat terpasang tepat seperti
yang direncanakan dan siap untuk dimasukkan ke kolam pemeliharaan benih
ikan (gambar 5).
Gambar 3
Tahap ketiga, sebelum uji coba sebaiknya telah dipastikan rangka pemberat dapat berfungsi dengan baik. Seluruh bagian rangka pemberat yang telah diisi air terlihat tenggelam sempuna dalam posisi horisontal (gambar 6). Jika tidak maka sebagian tirai jaring keramba akan 'menekuk'. Hal ini menandakan bahwa rangka pemberat tidak berfungsi dengan baik sehingga rangka yang semula diisi air harus diganti dengan bahan lain yang memiliki berat jenis lebih besar, misalnya pasir.
Tahap keempat
adalah tahap uji coba untuk memastikan setiap bagian keramba (2 x 1 m2)
ini telah terangkai dengan benar dan dapat berfungsi sesuai rencana (gambar 7 dan 8) demikian pula halnya pada keramba yang berukuran lebih kecil yakni 1 x 1 m2 (gambar 9).
Untuk mencegah lolosnya bibit ikan yang mungkin saja dapat 'melompat'
keluar melewati rangka pelampung maka perlu dipasang penutup keramba
berupa hamparan jaring atau pelindung berbentuk pagar jaring yang
dipasang pada posisi tegak (vertikal) setinggi 30-40an cm tepat diatas rangka pengapung di sekeliling keramba sederhana ini.
Gambar 8
Gambar 9
Dengan sedikit kreatifitas Anda pun dapat membuat keramba-keramba sejenis yang sejak awal memang telah dirancang untuk dapat saling terangkai membentuk modul-modul
keramba sederhana yang dapat diletakkan pada bagian tengah kolam atau
bahkan mengelilingi tepian kolam terpal. Dengan demikian diharapkan
dalam 1 kolam terpal setidaknya terdapat 2 hingga 4 jenis ukuran bibit
ikan yang dapat dipelihara dalam waktu yang hampir bersamaan. Hal ini
tidak saja mempersingkat waktu saat harus melakukan proses grading namun juga akan menghemat kebutuhan ruang (kolam) budidaya.
Blogger Comment
Facebook Comment