Games

Showing posts with label peternakan. Show all posts
Showing posts with label peternakan. Show all posts

Monitoring dan Manajemen Kualitas air Pada Kolam Lele : Penting !!!


Setiap pembudidaya ikan berharap mendapati kelangsungan hidup yang tinggi atas ikannya dan pertumbuhan yang lebih baik dalam waktu singkat di kolam, mereka harus berusaha untuk memperhatikan baik untuk kualitas air tambak.

Memahami dan memprediksi kinerja ikan di kolam dapat relatif sulit tanpa pengetahuan tentang bagaimana parameter air mempengaruhi perilaku ikan.

Dalam beberapa tahun terakhir, kami mengamati bahwa sebagian besar petambak memiliki kolam yang baik, menempatkan jumlah benih ikan yang tepat, masih tercatat kerugian besar meskipun ikan mereka makan sangat baik.
Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan kimia air ikan.

Ikan, tidak seperti hewan lainnya, pakan dan kotoran dalam air yang sama dan kualitas air di mana mereka tinggal secara langsung mempengaruhi efisiensi pakan, laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan kondisi kesehatan ikan.

Ketika kualitas air terdepresiasi, pakan yang dikonsumsi tidak benar berubah menjadi limbah amonia. Pertumbuhan yang buruk pada ikan, kelangsungan hidup ikan dipengaruhi dan akhirnya membunuh ikan.

Dalam produksi ikan, parameter kualitas air yang perlu terus dipantau adalah suhu, oksigen terlarut, pH, dan amonia.

Karena dinamika dalam kolam, parameter ini bisa berubah pemberitahuan singkat. Kami ingin berbagi pengalaman kami dan pengamatan dengan pembudidaya ikan mengenai berbagai cara di mana fluktuasi parameter air tersebut dapat mempengaruhi kesehatan ikan, pertumbuhan ikan dan kelangsungan hidup ikan.

Oksigen Terlarut (DO/ Dissolved Oxygen)

Relevansi memantau tingkat oksigen terlarut di kolam sangat penting. Untuk lele sangkuriang, nasamo dan piton, pembudidaya harus mencoba sebisa mungkin untuk mempertahankan kadar oksigen terlarut di antara 4mg / liter untuk tingkat kejenuhan di kolam.

Penyakit gelembung gas bisa terjadi pada ikan ketika tingkat DO secara konsisten terlalu tinggi dan air super-jenuh jauh di atas 300 persen. Ketika level DO secara konsisten antara 1.5mg / liter untuk 5mg / liter, ikan akan hidup, tapi konsumsi pakan akan kurang.

Tingkat pertumbuhan juga akan mengurangi Pakan (FCR). Ketika DO tingkat lebih rendah dari 1.5mg / liter, ikan akan stres dan mereka akan mati. Periode untuk mencapai bobot yang diinginkan pada ikan akan diperpanjang dan kerugian utama investasi akan terjadi.

Faktanya, kami menekankan bahwa dengan tingkat konsisten DO rendah di kolam, penggunaan pakan berkualitas rendah bahkan mungkin membuang-buang uang.

Hal ini hanya karena fakta bahwa ikan menghirup oksigen untuk metabolisme tubuh secara umum. DO diperlukan untuk membantu kerusakan sisa metabolisme yang berpotensi berbahaya apapun ke dalam bentuk yang kurang berbahaya, misalnya amonia (NH3) dipecah menjadi nitrit (NO2) dan kemudian menjadi nitrat (NO3).

Temperatur/ Suhu

Tidak seperti manusia yang berdarah panas, ikan berdarah dingin. Metabolisme yang terjadi dalam tubuh mereka sangat dipengaruhi oleh suhu air.

Untuk Lele, rentang suhu yang dapat diterima adalah antara 26ºC ke 32ºC.

Ketika suhu air di kolam secara konsisten tetap antara 16ºC dan 26ºC, konsumsi pakan sedikit dan laju pertumbuhan ikan juga sangat buruk.

Stres berkepanjangan dapat membuka peluang ikan terhadap infeksi oportunistik. Ketika ikan secara konsisten terkena suhu di bawah 15ºC, pertumbuhan ikan pada akhirnya akan berhenti dan kematian hanya menunggu waktu.

Suhu rendah negatif mempengaruhi tingkat di mana limbah dikonversi di dalam air. Namun, ketika suhu air di atas 32ºC, efek yang dihasilkan pada Lele tidak baik sama sekali. Hal ini karena fakta bahwa oksigen tidak mudah larut dalam air yang sangat hangat. Suhu tinggi di kolam akan menekankan ikan dan akhirnya menyebabkan kematian.

pH

pH adalah tingkat ion hidrogen hadir dalam air. Untuk ikan di kolam, nilai pH yang diterima antara 6,5-7,5. Ketika berada di bawah 4, ikan akan mati karena keasaman air.

Kami secara pribadi telah mengalami hal ini dan itu tidak menyenangkan.

Ketika pH terus-menerus antara 4 sampai 6, ikan akan hidup, namun, karena stres, akan mengalami pertumbuhan yang lambat. Asupan pakan akan sangat sedikit dan berkurang. FCR juga akan sangat tinggi.

Bahkan, bagi pebudidaya ikan jeli, pH rendah dalam air tambak merupakan indikasi CO2 yang tinggi, (karbon dioksida) di dalam air.

PH tinggi antara 9 sampai 11 dalam air kolam juga akan menghambat pertumbuhan ikan. Ikan pada akhirnya akan mati ketika tingkat pH naik di atas 11.  pH rendah membantu proporsi yang lebih tinggi dari amonia terionisasi menjadi kurang beracun untuk ikan. Sebaliknya adalah kasus dengan pH tinggi dalam air.

Tidak ada yang menyakitkan ketika tahu tentang fakta-fakta ini. Parameter air ini memainkan peran utama dalam bisnis secara keseluruhan pada budidaya ikan yang menguntungkan.

Membuat keuntungan dari budidaya ikan benar-benar lebih dari sekedar memberikan makanan kepada ikan. Parameter Kualitas air harus dipantau dan rentang yang dapat diterima harus dipertahankan.

.

Perubahan Warna Air Kolam Bioflok




Dari warna hijau (di awal), menjadi putih keruh (agak kuning), berangsur-angsur menjadi kemerahan (merah coklat sampai merah ungu). ini terjadi dalam pembentukan floc dalam kolam lele

  • 1. warna hijau karena air didominasi algae / phytoplankton.. gelembung di dinding gelas karena saat dijemur algae berfotosintesis menghasilkan oksigen. saat kolam ikan masih berwarna hijau menunjukkan bahwa bahan organik dalam air masih rendah.
  • 2. Seiring dgn penambahan pakan, tetes dan probiotik maka bahan organik dalam kolam meningkat dan bakteri probiotik berkembang sehingga lama-kelamaan menyaingi plankton sehingga warna plankton (hijau) pelan-pelan berkurang hingga menjadi putih atau keruh..
  • 3. Masa transisi dari dominasi plankton -ke dominasi bakteri. perkembangan lactobacillus dan bacillus yang diberikan terus berkembang dan membentuk floc serta pH air terus menurun. 
  • 4. Senyawa asam organik dan CO2 terus bertambah sehingga kolam memerlukan adanya tambahan oksigen yang diperoleh dari aerasi (pompa)penambahan karbon organik (molase, tepung terigu) akan terus merangsang perkembangan bacillus dan lactobacillus, mengikat amonia disintesis menjadi protein dalam kondisi cukup oksigen.

Dengan semakin tingginya bahan organik, oksigen yang cukup rendah (4 mg/L), asam organik yg cukup tinggi menyebabkan tumbuhnya bakteri fotosintetik sehingga secara perlahan-lahan terjadi perubahan warna ke arah merah (merah coklat-merah ungu). bakteri ini akan menyerap amonia, asam sulfida yang bersifat racun. sehingga air kolam menjadi lebih aman bagi ikan.


Penerapan Bioflok pada Budidaya Lele



Berbekal bimbingan praktisi bioflok di tambak udang, Amir dan komunitasnya mengadopsi sistem ini pada budidaya lele. Konversi pakan atau FCR bisa mencapai 0,8 hingga 0,7.

Kian sulitnya sumber air di wilayah Pekalongan Jawa Tengah, banyak kolam lele yang berhenti beroperasi. Saat musim kemarau, banyak pembudidaya yang kesulitan sumber air. “Misalkan, ada yang memakai pompa untuk menyedot sumber air, hanya setiap 2 – 5 menit air berhenti mengalir,” ujar pembudidaya lele asal Pekalongan, Muhammad Amir yang tergabung di Forum Komunikasi Mina Pantura (FKMP).

Penerapan Bioflok pada Budidaya Lele
Penerapan Bioflok pada Budidaya Lele
Mengatasi hal ini, salah satu caranya meminimalkan penggantian air. Amir dan pembudidaya lain menerapkan puasa pakan pelet seminggu sekali. “Harapannya, seperti manusia, ada proses detoksifikasi, peluruhan protein cacat, hingga pembaruan sel organ pencernaan, selain mengurangi limbah yang dihasilkan dari pakan dan kotoran lele,” tutur pria berusia 38 tahun ini.

Amir mengungkapkan, pembudidaya berusaha berinovasi sistem lain. Ditambah informasi yang dibagikan praktisi bioflok udang, salah satunya Suprapto yang berdomisili di Pacitan, Amir bersama pembudidaya di daerahnya mencoba sistem bioflok pada budidaya lele. Dengan bantuan dan bimbingan Suprapto, para pembudidaya mulai mencoba  sistem ini sejak 2010.

Hasilnya, setelah 2 tahun percobaan, FCR (Feed Convertion Ratio) atau konversi pakan menjadi lebih bagus, sehingga sistem ini dikembangkan. Yakni, rata-rata FCR bisa mencapai 0,8 hingga 0,7. Artinya, untuk 1 kg daging hanya membutuhkan 0,7 – 0,8 kg pakan. Beda dengan sistem konvensional dengan rata-rata FCR 1,1 hingga 1,2.

Pengaruhnya, efisiensi pakan dengan pertumbuhan cepat juga mempengaruhi pemberian pakan. “Contohnya, efisiensi pakan dimulai dari pemberian pakan, kita cuma 2 kali sehari. Sedangkan yang konvensional bisa mencapai 3 – 4 kali sehari,” tukas Amir.

Selain itu, lanjut Amir, dengan efisiensi pakan ini, pertumbuhan lele menjadi lebih cepat dan dari segi rasa juga berbeda. “Kita melihat empedu menjadi lebih bening, lever menjadi lebih besar, dagingnya memiliki lemak yang lebih sedikit. Warna daging lebih putih, tekstur pun menjadi lebih jelas dan rasa lebih gurih,” tambahnya.

Proses
Amir lalu merunutkan, dulunya proses yang dia jalankan berlangsung bertahap. Awalnya dia mencoba dulu di kolam sendiri. “Bentuk kolam persegi dengan ukuran 3x4x5m. Kita coba mulai dari kepadatan 500 ekor per m2, lalu 650 ekor per m2, dan sekarang 800 ekor per m2,” tambah Amir yang mengaku sudah memiliki kurang lebih 30 kolam.

Prinsip bioflok ini, yakni memanajemen air dengan intervensi bakteri, terutama dengan mengakali rasio keseimbangan unsur C (Carbon) dan N (Nitrogen), sehingga meminimalisir penggantian air di kolam. “Cara menjaga keseimbangan rasio itu dikonsepkan secara bertahap, yaitu mulai dari mengurangi limbah beracun (amonia, nitrit, H2S) dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri dan yeast), hingga mendaur ulang Nitrogen anorganik yang bersifat racun menjadi protein sel tunggal,” jelas Amir.

Amir mencontohkan limbah yang dimaksud berasal dari sisa pakan, kotoran ikan, hingga plankton/jasad yang mati. “Misalnya saja, dari pemakaian pakan, hanya 30% yang terserap oleh ikan, sisanya menjadi kotoran yang akan berperan membentuk amonia, hingga nitrit tadi,” tambahnya.

Ia menambahkan, dengan pemakaian bioflok, ada penambahan bakteri/probiotik yang mampu memanfaatkan NH3 dari amoniak dan NH4 dan diambil untuk dijadikan protein sel. “Protein sel ini nanti diikat oleh polimer yang dihasilkan bakteri lain. Dengan adanya protein yang terikat, bakteri akan mengumpul dan menarik konsumen di atasnya, seperti rotifera hingga cacing. Dari sini, selain mendaur ulang nitrogen anorganik, sekaligus menjadi pakan alami,” imbuhnya.

Persyaratan bioflok ini, Amir menuturkan, rasio C dan N haruslah imbang. Misalkan C per N di suatu kolam hasilnya di bawah 12, maka akan terjadi nitrifikasi sehingga yang bekerja bakteri nitrifikasi. “Misalkan rasionya di atas 12, barulah yang bekerja bakteri sintesa protein dari bioflok. Hasilnya pun menjadi sangat baik. Jadi tujuannya agar rasio C dan N harus di atas 12,” ungkapnya.

Bapak dua orang anak ini menjelaskan pula, untuk menjaga keseimbangan rasio C dan N harus ditambahkan karbohidrat sebagai sumber energi untuk merangsang perkembangan bakteri heterotrof, serta menyerap mineral dalam air (termasuk amonia) untuk disintesis menjadi protein. Kasarnya prosesnya seperti ini:C-ORGANIK + NH3 + O2  --> PROTEIN MIKROBA + CO2



Biofloc Atau Flok Dalam Budidaya Perikanan

Biofloc berasal dari dua kata yaitu Bio “kehidupan” dan Floc “gumpalan”. Sehingga biofloc dapat diartikan sebagai bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan-gumpalan. Gumpalan tersebut terdiri dari berbagai mikroorganisme air termasuk bakteri, algae, fungi, protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus. Ada yang bilang bahwa biofloc adalah suatu bentuk ikatan oleh mikroorganisme pada saat tumbuh dimana aktivitas pengikatan ini tergantung pada jenis mikroorganismenya.

Biofloc merupakan flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air. Teknologi biofloc adalah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) banyak diaplikasikan disistem pengolahan air limbah industri dan mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur.


Prinsip Dasar Biofloc

Mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung senyawa kabon (C), hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dengan sedikit available posfor (P) menjadi massa sludge berupa bioflocs dengan menggunakan bakteri pembentuk flocs (flocs forming bacteria) yang mensintesis biopolimer poli hidroksi alkanoat sebagai ikatan bioflocs. Bakteri pembentuk flocs dipilih dari genera bakteri yang non pathogen, memiliki kemampuan mensintesis PHA, memproduksi enzim ekstraselular, memproduksi bakteriosin terhadap bakteri pathogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan mudah dibiakkan di lapangan.

Tidak semua bakteri dapat membentuk biofloc dalam air, seperti dari genera Bacillus sp hanya dua spesies yang mampu membentuk biofloc. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk biofloc.

Biofloc terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton. Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya:

  • ·  Bacillus cereus
  • ·  Bacillus subtilis
  • ·  Escherichia intermedia
  • ·  Flavobacterium
  • ·  Paracolobacterium aerogenoids
  • ·  Pseudomonas alcaligenes
  • ·  Sphaerotillus natans
  • ·  Tetrad dan Tricoda
  • ·  Zooglea ramigera

Beberapa bakteri pembentuk floc yang sudah teruji diaplikasikan dilapangan adalah Achromobacter liquefaciens, Arthrobacter globiformis, Agrobacterium tumefaciens dan Pseudomonas alcaligenes. Bakteri lain dapat ikut membentuk biofloc setelah exopolisakarida dibentuk oleh bakteri pembentuk floc sebagai inti floc-nya. Bakteri yang dapat ikut membentuk biofloc misalnya Bacillus circulans, Bacillus coagulans dan Bacillus licheniformis. Bakteri yang ikut membentuk floc ini mempunyai fungsi dalam siklus nutrisi didalam sistem biofloc. Bakteri ini disebut sebagai bakteri siklus fungsional, misalnya Bacillus licheniformis yang berperan dalam siklus nitrogen.

Biofloc di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih merupakan bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi. Formasi bioflok ini terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu.


Factor yang mempengaruhi system bioflok adalah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio dan C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio dan C/N rasio maka floc yang terbentuk akan semakin baik. Untuk mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk memperbesar N dilingkungan tambak tidak mungkin dilakukan karena menambah ammonia dalam tambak akan membahayakan udang, jalan terbaik adalah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate. Sedangkan untuk mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsure karbon organik, misalnya molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya sudah ada unsure C yaitu karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk mencapai C/N rasio diatas 20.


Sistem biofloc dapat meminimalkan ganti air karena dalam bioflok terdapat proses siklus “auto pemurnian air” (self purifier) yang akan merubah sisa pakan dan kotoran, gas beracun seperti ammonia dan nitrit menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Dengan meminimalkan ganti air maka peluang masuknya bibit penyakit dari luar dapat diminimalkan. Sistem biofloc lebih stabil dibandingkan dengan system probiotik biasa dikarenakan biofloc merupakan bakteri yang tidak berdiri sendiri, melainkan berbentuk floc atau kumpulan beberapa bakteri pembentuk floc yang saling bersinergi. Sedangkan system probiotik biasa bakteri yang ada ditambak merupakan sel-sel bakteri yang berdiri sendiri secara terpisah di air, sehingga apabila ada gangguan lingkungan atau gangguan bakteri lain maka bakteri akan cepat kolaps.

Pada System Bio-Flock Technology (BFT) sangat tergantung pada :

  • ·  Mikroba (terutama bakteri heterotrof)
  • ·  Plankton
  • ·  Bahan organik dalam air

Indikator Keberhasilan Pembentukan Biofloc

Biofloc terbentuk, jika secara visual di dapat warna air kolam coklat muda (krem) berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (7,2-7,8) dengan kenaikan pH pagi dan sore yang kecil rentangnya kecil yaitu (0,02-0,2). Mulai terjadi penaikan dan penurunan yang dinamis nilai NH4+, ion NO2‐ dan ion NO3‐ sebagai indikasi berlangsungnya proses Nitrifikasi dan Denitrifikasi.

Untuk 30 hari pertama DOC merupakan masa krusial bagi tahap pembentukan Bioflocs, penerapan “minimal exchange water” pada fase ini sangat menentukan. Lebih baik menghindari penggantian air dalam jumlah besar pada masa ini. Penambahan air hanya untuk penggantian susut karena penguapan dan perembesan saja. Atau menambah secara perlahan ketinggian air dari awal tebar 120 cm menjadi 150 cm secara bertahap selama 30 hari.

Permasalahan dalam Sistem Biofloc

a)  Flocs di kolam berbusa
Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri berfilamen yang menempel pada biofloc. Untuk itu ditebar 10 ppm Kalsium peroksida, ikuti dengan menahan pergantian air selama 5‐6 hari sambil dilakukan penambahan 20 ppm CaCO3/kaptan per harinya, jika pada hari ke 6 busa masih ada, tebar 10 ppm Kalsium Peroksida lagi, pada hari ke 7 air mulai dimasukkan ke dalam kembali, dan ketinggian air dipulihkan ke ketinggian semula.

b) Biofloc terlalu pekat
Lakukan pengenceran secara over flow, pipa pengeluaran dipotong sama rata dengan ketinggian air di dalam kolam. Biarkan air yang masuk menyebabkan air tumpah keluar lewat pipa pembuangan yang telah dipotong sama rat dengan ketinggian air di dalam kolam.

c)  Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10‐20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke hijau
Hentikan pengenceran, tahan air selama 5‐6 hari, aplikasikan pupuk ZA 1 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan chrollera atau aplikasikan pupuk ZA 5 ppm setiap harinya untuk menekan pertumbuhan blue green algae. Pada hari ke 7 sirkulasi/pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

d) Biofloc ketebalannya berkurang (normal 10‐20 cm sechi disk) dan warna air mengarah ke coklat merah
Hentikan pengenceran, tahan air selama 5‐6 hari, aplikasikan CaCO3 / kaptan 20 ppm setiap harinya dan 1‐2 x treatment dengan Kalsium peroksida. Pada hari ke 7 sirkulasi/pengenceran secara over flow dapat dilakukan kembali.

e)  Warna hijau biru (BGA) atau merah (Dinoflagellata) tetap ada setelah 5‐6 hari treatment
Berlakukan pola sistem “minimal exchange water” terhadap kolam tersebut, hindari pengenceran/sirkulasi. Penambahan air hanya dilakukan untuk mengganti air yang hilang/susut akibat penguapan, perembesan dan susut air akibat pembuangan lumpur rutin harian saja.

Budidaya Udang System Semibiofloc

  • •  Budidaya dengan sistem Bio-Floc adalah mengembangkan komunitas bakteri di dalam tambak
  • •  Menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton) karena tidak tergantung sinar matahari
  • •  Kualitas air lebih stabil sehingga penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan lumpur
  • •  Dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen
  • •  Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc
  • •  Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam merombak limbah nitrogen 10 – 100x lebih efisien daripada algae
  • •  Dapat bekerja siang maupun malam dan dipengaruhi cuaca
  • •  Dapat merubah limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi ikan dan udang
 
Komposisi Mikrobial Biofloc

Komposisi
Kadar Protein
Rata-Rata
31,5%
22,5%
Bahan Organik 
78 %
66%
72 %
Abu 
21 %
32 %
26 %
Protein
51 %
35 %
43 %
Lemak
10 %
15 %
12,5 %
Arginine
2,3 %
1,61 %
1,95 %
Methionine
0,61 %
0,35 %
0,48 %
Lysine
2,5
1,7
2,1
Sumber : (McIntosh, 2000)

Komposisi Nutrient Mikroba Biofloc
Nutrient
Kisaran
Mean
Suspended microbial floc (mg/l)
87,3 – 200,8
157
Moisture (%)
5,9 – 7,3
6,6
Crude protein (Nx6,25)(%)
29,2 – 34,3
31,2
Crude lipid (%)
2,5 – 2,6
2,6
Cholesterol (mg/kg)
470 – 490
480
Ash (%)
25,5 – 31,8
28,2
Gross energy (MJ/kg)
10,3 - 12,8
12
Sodium (%)
0,41 - 4,31
2,75
Calcium (%)
0,56 - 2,86
1,70
Phosphorus (%)
0,36 - 2,12
1,35
Potassium (%)
0,13 - 0,89
0,64
Magnesium (%)
0,12 - 0,45
0,26
Zinc (mg/kg)
78,3 - 577,9
338
Iron (mg/kg)
170,8 - 521,0
320
Manganese (mg/kg)
8,9 - 46,8
28,5
Boron (mg/kg)
8,8 - 45,7
27,3
Copper (mg/kg)
3,8 - 88,6
22,8
Sumber : (Tacon, 2002)

Komposisi Asam Amino Mikroba Biofloc
Asam Amino
Kisaran
Rata-Rata
Methionine + Cystine (%)
0,86 – 0,93
0,89
Phenylalanine + Tyrosine (%)
2,41 – 2,54
2,48
Isoleucine (%)
1,21 – 1,26
1,24
Leucine (%)
1,78 – 1,97
1,87
Histidine (%)
0,43 – 0,45
0,44
Threonine (%)
1,44 – 1,50
1,47
Lysine (%)
0,90 – 0,96
0,93
Valine (%)
1,66 – 1,80
1,73
Arginine (%)
1,46 – 1,63
1,54
Tryptophan (%)
0,18 – 0,22
0,20
Total essential amino acids
24,5 – 26,3
25,4
Sumber : (Tacon, 2002)

Mikroba Biofloc dapat Digunakan sebagai Pakan. Hal ini dikarenakan :
  • •  Mengandung nutrien yang cukup tinggi seperti protein dan mineral
  • •  Tidak memerlukan pakan yang memiliki protein tinggi
  • •  Dapat menghemat pakan dan menurunkan nilai FCR pakan

Hal-hal yang perlu Diperhatikan dalam Sistem Biofloc
  • •  Bahan organik harus cukup (TOC > 100 mgC/L) dan selalu teraduk
  • •  Nitrogen disintesis menjadi mikrobial protein dan dapat dimakan langsung oleh udang dan ikan
  • •  Perlu disuplay C organik (molase, tepung terigu, tepung tapioka) secara kontinue atau sesuai dgn amonia dalam air
  • •  Oksigen harus cukup serta alkalinitas dan pH harus terus dijaga

Keuntungan Sistem Biofloc
  • •  pH relatif stabil
  • •  pH nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak (NH3) relatif kecil
  • •  Tidak tergantung pada sinar matahari dan aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah.
  • •  Tidak perlu ganti air (sedikit ganti air) sehingga biosecurity (keamanan) terjaga
  • •  Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang dan dijadikan makanan alami berprotein tinggi
  • •  Lebih ramah lingkungan.

Kekurangan Sistem Biofloc (Suprapto, 2007)
  • •  Tidak bisa diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air
  • •  Memerlukan peralatan/aerator cukup banyak sebagai suply oksigen
  • •  Aerasi harus hidup terus (24 jam/hari)
  • •  Pengamatan harus lebih jeli dan sering muncul kasus Nitrit dan Amonia
  • •  Bila aerasi kurang, maka akan terjadi pengendapan bahan organik. Resiko munculnya H2S lebih tinggi karena pH airnya lebih rendah.
  • •  Kurang cocok untuk tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar kompak (dasar berbatu / sirtu, semen atau plastik HDPE)
  • •  Bila terlalu pekat, maka dapat menyebabkan kematian bertahap karena krisis oksigen (BOD tinggi).
  • •  Untuk itu volume Suspended Solid dari floc harus selalu diukur.Bila telah mencapai batas tertentu, floc harus dikurangi dengan cara konsumsi pakan diturunkan.
 
Copyright © 2013. 'Azolla' Fish Farm - All Rights Reserved
Template Created by ThemeXpose